Langsung ke konten utama

Pelangi Dakwah dalam Gemerlap Fashion Dunia

Dakwah cara ini, dakwah yang begitu, dakwah ala mereka. Kata ‘dakwah’ memang tidak pernah luput dari keseharian sebagai muslim, karena dakwah telah ditetapkan sebagai kewajiban yang tidak dapat dielakkan sepanjang rentang kehidupan orang Islam. “Sampaikanlah walau hanya satu ayat”, firman-Nya yang mengejawantahkan perintah mulia itu bagi semua muslim dan muslimah. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman, beragam inovasi dan kreasi dakwah terus bermunculan. Dakwah masa kini tidak melulu dengan ceramah yang bertempat di masjid atau musholla dan terbatas bisa untuk jamaah di sekitar, namun telah meluas ke berbagai macam aspek kehidupan dan bisa dijangkau berbagai kalangan manusia. Tentu, perkembangan ini merupakan sebuah langkah maju yang membahagiakan dunia dakwah Islam.
Dian Pelangi, seorang desainer muslimah muda asal Indonesia, telah membuktikan bagaimana dakwah dapat dilakukan begitu menyenangkan. Fokusnya mendesain dan menghasilkan terobosan spektakuler dalam busana-busana muslimah yang penuh warna, dengan potongan dan detail yang unik, serta konsisten menggunakan kain asli Indonesia, membuatnya menjadi perbincangan hangat tidak hanya di Indonesia namun juga di kalangan pelaku fesyen internasional.
Identitas kuat yang selalu melekat dalam setiap karya perempuan berdarah Palembang ini menjadi ciri dan pengingat sendiri, berupa semarak perpaduan indah warna-warni yang dapat selalu ditemukan pada longdress, blazer, baju atasan, jilbab, dan rok hasil kreasinya, yang tetap tidak melenceng dari standar kesantunan tata cara berpakaian dalam Islam. Fokus dan konsistensi mempertahankan karakteristik ini membuatnya dikenal dan diakui secara luas.
Kreasi dan inovasi Dian Pelangi telah melanglang buana ke benua Asia, Australia, Eropa, Afrika, sampai Amerika. Paris Fashion Week, London Fashion Week, bahkan, yang terbaru, New York dan Los Angeles Fashion Week sukses diinvasi oleh baju-baju karya desainer berjilbab ini. Jika menarik ke belakang, rasanya agak sulit membayangkan dan bahkan sepertinya hanya mimpi bahwa busana muslimah akan mendapatkan tempat di kota-kota yang dilabeli kiblat fesyen dunia, Paris, London, sampai New York. Kini, hal itu menjadi realita indah yang telah berada di genggaman. Tidak hanya sekadar mendapat tempat, peragaan busana muslimah memperoleh spotlight dan red carpet tersendiri dalam ajang-ajang fesyen terkemuka itu.
Eksistensi busana muslimah dalam fashion show berlevel internasional tentu saja bukan sekadar untuk peragaan karya seni desain busana semata, namun bertujuan utama untuk menyebarkan nilai-nilai keindahan Islam. Pakaian-pakaian elok itu membawa misi utama untuk mengubah persepsi orang tentang Islam dan fesyen Islam, dan ini terimplikasi jelas dalam setiap masterpiece-nya yang anggun nan cantik serta tentunya selalu santun sesuai ajaran Islam. Melalui ajang fashion show, dapat dibayangkan betapa luas dan beragamnya orang-orang yang menjadi sasaran dakwah. Tanpa perlu menggurui atau berseru menggebu-gebu, indahnya Islam telah sedikit banyak terserap dalam hati para audiens dan spektator. Hasilnya, fashion hijab kini menjadi topik hangat yang seakan tiada habisnya dijadikan bahan perbincangan ditinjau dari berbagai sektor interest, meruntuhkan pandangan bahwa pakaian yang sesuai dengan syariat Islam itu kuno dan membosankan.

Impian untuk menyebarluaskan pengaruh Islam dengan indah, sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara pusat fashion muslimah di dunia nampaknya bukan lagi sekadar wacana belaka saat ini. Pengaruh yang dihembuskan melalui keelokan desain busana yang penuh nilai seni dan menutup aurat menciptakan kekaguman tak terelakkan dari berbagai khalayak, dan ini secara disadari atau tidak, telah menjadi jalur dakwah tersendiri yang sangat efektif dan bukan main efeknya. Kebanggaan akan karya muslimah juga dapat dengan mudah mempersatukan dan mempererat silaturrahim antar sesama muslim-muslimah sendiri. Sentuhan kreatif nan inovatif dalam dakwah berhasil menunjukkan pada dunia betapa indahnya agama Islam, menaati Tuhannya Sang Maha Indah yang menyukai dan mencinta keindahan.

Foto: Dian Pelangi (bawah, tengah) bersama model-model fashion show di New York

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mein Traumhaus

Ich habe ein Traumhaus. Mein Traumhaus is in der Stadt, in London. Es hat ein Wohnzimmer, vier Schlafzimmer, ein Esszimmer, zwei Badezimmer, eine Küche, einen Leseraum, eine Garage, und viele Fenster. Im Esszimmer stehen fünf Stühle, ein Tisch, und ein Teppich. Das Wohnzimmer hat zwei Sofas, zwei Sessels, einen Tisch, zwei Zimmerpflanzen, einen Kamin, und einen Fernseher. Die Küche ist ziemlich klein aber das ist schön und sauber. Der Leseraum ist mein Lieblingsplatz in das Haus. Da stehen ein Sofa mit viele Kissen, ein Tisch, ein Teppich, eine Holzleiter, zwei Stehlampen, und natürlich, ein groß Bücherregal mit viele Bücher. In das Bücherregal gibt es Romane, Enzyklopädie, Wörterbücher, Geschichtsbücher, Landkarten, und die anderen. Der Leseraum ist breit, ruhig, sehr angenehm und hell! Das haus hat auch ein Schwimmbad und einen Garten. Ich kann es spielen mit meine Familie. Dieses Haus ist nicht billig, aber das ist normal. Mein Traumhaus ist sehr schön...

Your Call

Seharusnya, hari itu biasa-biasa saja, Malam itu simpel-simpel saja, Termasuk juga, dering ponsel itu, tidak berpengaruh apa-apa. Seharusnya. Semestinya, Melihat ponsel berkedip-kedip itu tak mengubah sesuatupun, Mendengar getar ponselku yang tenang itu tak menggemuruhkan, Melihat nama yang berkerlip sejenak di layar 4.7 inci itu tak menggoyahkan apapun. Semestinya. Bagaimanapun, saya nggak kuasa menampik, Perubahan aneh yang kamu datangkan dan memercik detak, Efek dahsyat yang sudah kamu bawa hanya dengan menampakkan nama sekian detik, Kekacauan yang telah kamu picu hanya dengan menggerakkan ponsel saya sejenak, Seumpama kamu tahu dan melihat, Petir yang berhasil kamu sambarkan, Badai yang berhasil kamu hembuskan, Keributan yang berhasil kamu timbulkan. Terima kasih, atas sedikit kehebohan ini. The words popping up on my head after a casual before-bed-talks listening to a roommate's story. Chin up, girl? You're such a fab! :D

And, No.. There’s No Magic Involved.

I didn’t like English. Wait... No, I hated English. Since elementary school, where English was first introduced to this plain little 3 rd grader girl, I hated it already. Unimportant, I insisted. In addition, my English teacher was sooo unbelievably annoying; an old man, lame, and like a fairytale bed story, always made me sleepy. I almost always slept in that English class. Homeworks were done on the morning by looking at the others’ works. Don’t ask about my textbook.. sleek, clean-cut, and stay still; a forever new book. I made jokes when studying the English vocabularies and phrases, never took it seriously. About studying at home... Ugh, ain’t nobody got time for that?! Dictionary? That most boring thing ever exists in the world? No, thank you. I still had my conan and doraemon comics to be read interestedly. Just being honest, it deeply didn’t make any sense for me, why do we have to learn the others’ language? It’s not like I’d be living in that country, well I even didn’t...