Langsung ke konten utama

Paramedis Kriminal?

Hari ini, 27 November 2013, lagi panas nan hot-hot nya isu tentang 'Kriminalisasi Dokter'. Ini bikin saya makin gagal paham sama hukum di Indonesia. Like.. seriously, people? Dunia medis dan kesehatan itu sesuatu yang ngga bisa dengan mudah dipahami semua orang, termasuk juga mereka-mereka yang bilang udah 'expert' di bidang hukum dan sebagainya. Calon-calon paramedis, spt Dokter dan Perawat, butuh 5-6 tahun (4 tahun praklinik, 1 dan 2 tahun klinik) untuk belajar dan dinyatakan qualified untuk MENOLONG ORANG. Para Jaksa Yang Terhormat itu menggunakan pasal-pasal KUHAP PEMBUNUHAN untuk menjerat paramedis yang terlibat masalah; gagal menolong pasien. Dengan mudahnya bilang... Malpraktik.

Jadi gini ya, setiap tindakan dan intervensi medis yang akan dilakukan pada pasien itu pasti telah diberitahukan secara gamblang kepada pihak pasien, ini yang namanya informed-consent. Telah dijelaskan pula berbagai efek samping, komplikasi, atau permasalahan yang mungkin timbul. Bahkan diinfokan juga tentang kemungkinan keberhasilan tindakan. Itu sudah merupakan etik dasar seluruh praktisi medis.
Tindakan 'enteng' yang biasa saja semacam masukin jarum infus, bisa memiliki efek samping yang tak terduga. Apalagi tindakan mayor seperti operasi... Dipikir secara logika aja deh coba.
Saya sangat bingung sama hukum di negara ini. Beberapa waktu lalu, perawat dijerat hukum karena telah melakukan tindakan yang sebenarnya merupakan field-nya dokter. Itu memang sebuah kesalahan, tapi tidak dapat sepenuhnya langsung dipersalahkan begitu aja. Perawat ini sangat tahu apa yang harus dan tidak harus ia lakukan, apa yang menjadi kewajiban dia dan apa yang memang bagiannya profesi lain. Tapi karena memang dareah tempat si perawat bekerja merupakan suatu remote area, sama sekali tidak ada dokter disitu. 'Hebatnya', si perawat ini tetap terjerat hukum, padahal pasien yang dia tolong selamat; utuh ngga kurang suatu apapun.
Di Jepang, jika ada kejadian seperti ini, kasus akan terlebih dulu dibawa ke simposium organisasi profesi yang bersangkutan. Disitu lalu diputuskan apakah memang benar bersalah atau tidak. Dan, TIDAK ADA hukuman kriminal! Paling banter, kalo memang betul terbukti bersalah, maka diharuskan membayar ganti rugi, dan melaksanakan hukuman yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi. Misalnya, dipindahkan ke RS yang lebih terpencil, pencabutan izin praktik untuk sementara, dsb. Jadi, orang-orang yang memutuskan memang murni mereka yang tau dan paham betul bagaimana situasi yang terjadi.
Sekarang, giliran sejawat Dokter yang menjadi tumbal cacat nan bobroknya hukum di negara ini. Bedanya kalo ini pasiennya meninggal. Akhirnya para dokter sesuai dengan komando IDI, hari ini sepakat untuk mogok kerja, kecuali emergency. See? Paramedis itu ga bakal pernah tega ngebiarin pasiennya. Even for the solidarity act, we still truly care bout them. Dan well frankly I can say,, saya risih banget sama komentar orang-orang yang bilang aksi ini lebay, berlebihan, mental paramedis ternyata mental tempe, dan sebagainya dan seterusnya dan semacamnya. Kalo ngga tau apa-apa ngga usah komen dong plis. Yang namanya emboli, syok/alergi anafilaktik, steven johnson syndrome, itu sama sekali ga bisa diprediksi. Masyarakat awam (dan orang-orang HUKUM) ngga ngerti dan ngga bisa bedain dan memisahkan 'efek samping' dan 'komplikasi' dari tuduhan 'MALPRAKTIK'.
Saya belajar mata kuliah Etika dan Hukum itu selama 2 semester. Sekelas kita ber-20 dan lengkap berisi semua unsur calon-calon tenaga medis; dr., drg., Ns., dan Apt. Jadi kita sama-sama tahu siapa berkode etik apa, pasal-pasal hukum, dll. Dan saya sangat setuju kalau apa yang terjadi sama paramedis Indonesia yang berkaitan dengan hukum akhir-akhir ini, itu benar-benar ridiculous. Thoroughly ridiculous.

Itu apa kabar koruptor-koruptor penelan duit rakyat? Anak pejabat yang nabrak orang sampai korbannya ko it? Anak artis yang nabrak orang-orang sampai pada berkabung? Mereka BEBAS aja gitu?
And you who work (or will work) in the field of LAW, how do you consider this???

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mein Traumhaus

Ich habe ein Traumhaus. Mein Traumhaus is in der Stadt, in London. Es hat ein Wohnzimmer, vier Schlafzimmer, ein Esszimmer, zwei Badezimmer, eine Küche, einen Leseraum, eine Garage, und viele Fenster. Im Esszimmer stehen fünf Stühle, ein Tisch, und ein Teppich. Das Wohnzimmer hat zwei Sofas, zwei Sessels, einen Tisch, zwei Zimmerpflanzen, einen Kamin, und einen Fernseher. Die Küche ist ziemlich klein aber das ist schön und sauber. Der Leseraum ist mein Lieblingsplatz in das Haus. Da stehen ein Sofa mit viele Kissen, ein Tisch, ein Teppich, eine Holzleiter, zwei Stehlampen, und natürlich, ein groß Bücherregal mit viele Bücher. In das Bücherregal gibt es Romane, Enzyklopädie, Wörterbücher, Geschichtsbücher, Landkarten, und die anderen. Der Leseraum ist breit, ruhig, sehr angenehm und hell! Das haus hat auch ein Schwimmbad und einen Garten. Ich kann es spielen mit meine Familie. Dieses Haus ist nicht billig, aber das ist normal. Mein Traumhaus ist sehr schön...

Pentingkah sebuah Senioritas..???

...Senior... Hmm,, kayaknya itu adalah suatu hal yang sensitif banget,, Khususnya buat anak-anak skul yang kelas atu',, ataw di Pergurua Tinggi.. Senioritas seolah menjadi sebuah hal yang wajib dan selalu ada di setiap skulah,, terutama di tahun ajaran baru.. Sebenernya,, Penting nggak sih sebuah senioritas iituh..?? Dari beberapa pengamatan ku pribadi, kadang2 senioritas itu malah terkesan menjadi sesuatu hal yang tabu dalam hubungan antara 2 orang yang baru bertemu dalam hubungan junior-senior sehingga mengakibatkan adanya gap antara 2 kubu untuk saling menjaga jarak sehingga hubungan dan komunikasi menjadi terhambat dan terganggu bahkan bisa saling menimbulkan persepsi-persepsi lain yang diinterpetasikan oleh masing2 pihak yang mungkin bisa saja menjadi salah persepsi mengenai suatu hal. . . Bahkan lebih parahnya lagi, dengan adanya senioritas, kadang2 seseorang/suatu kelompok merasa lebih superior ketimbang kelompok yang lain dan menimbulkan kesan eksklusif sehingg...

Book Review: 2, by Dhonny Dirgantoro

Hello guys! Quite long time no see, eh? This time I wanna share to you all about a book (a novel, actually) that I read several weeks ago. You must be familiar with the phenomenal '5cm' right? If so, then  Donny Dhirgantoro  isn't new for you. This is his 2nd masterpiece. When I first saw this book, I was attracted with its somehow-'mysterious' cover. Donny stays with his style since on 5cm. It's good that he has one unique characteristic. Badminton is unquestionably the most favorite and popular sport in our country; Indonesia. Bunch of world class achievements and awards had been grabbed by our talented athletes, marked Indonesia as one of the leaders in this part. Badminton is a part of most Indonesians' life, in Gusni's family as well. Gusni is a girl whose a huge, gigantic body size since her birth, which undoubtedly made the people around her shocked, even the parents. She lived an a harmonious family with her parents and her older sister; G...